Menanti Terwujudnya Banten Mangrove Center

Sumber Gambar :

Bila mendengar kata mangrove maka yang akan terbayang dibenak orang pada umumnya adalah tanaman bakau yang ada di tepi pantai dengan pengetahuan yang terbatas mengenai fungsi dan manfaatnya.  Hal tersebut dimungkinkan karena keberadaan mangrove yang sudah jarang ditemukan dan kurang mendapat perhatian.  Namun ketika terjadi gempa yang disertai tsunami di beberapa lokasi di Indonesia seperti di Palu pada tahun 2018 lalu, banyak warga setempat yang merasakan dampak langsung dari keberadaan mangrove tersebut terhadap keselamatan jiwa dan permukiman.

Para ahli mendefinisikan mangrove secara berbeda-beda, namun pada dasarnya merujuk pada hal yang sama. Menurut Soerianegara (1990) hutan mangrove mempunyai pengertian sebagai hutan yang tumbuh di daerah pantai, biasanya terdapat di daearah teluk dan di muara sungai yang dicirikan oleh: 1) tidak terpengaruh iklim; 2) dipengaruhi pasang surut; 3) tanah tergenang air laut; 4) tanah rendah pantai; 5) hutan tidak mempunyai struktur tajuk; 6) jenis-jenis pohonnya biasanya terdiri dari api-api (Avicenia sp.), pedada (Sonneratia sp.), bakau (Rhizophora sp.), lacang (Bruguiera sp.), nyirih (Xylocarpus sp.), nipah (Nypa sp.).

Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.  Hutan mangrove ini sering juga disebut dengan hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau atau hutan bakau.  Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur dan ditemukan pada pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai terlindung (Bengen, 2000).

Berdasarkan sejumlah kajian diperoleh informasi bahwa mangrove memiliki beberapa peran dalam mitigasi perubahan iklim, diantaranya yaitu bahwa mangrove di Indonesia menyimpan 1/3 dari cadangan karbon dunia.  Selanjutnya untuk setiap 1 ha luas hutan mangrove, dapat menyimpan 4x karbon lebih banyak dari hutan terrestrial, dan menyerap 20x lebih besar emisi CO2 dari hutan tropis terrestrial. Adapun fungsi lainya adalah sebagai pelindung abrasi, erosi, intrusi air laut dan kenaikan permukaan air laut serta berguna bagi ketahanan pangan. Penanaman mangrove dengan densitas 3.000 pohon/ha dan lebar 200 m mampu mengurangi gelombang tsunami 50-60% dan kecepatan tsunami 40-60%.

Kondisi potensi mangrove di Provinsi Banten semakin berkurang, data dari DLHK Provinsi Banten menyebutkan bahwa pemetaan potensi mangrove Banten setiap tahunnya menunjukkan pengurangan luasan yang cukup besar dan yang masih tersisa saat ini kurang dari 3.000 ha di seluruh Provinsi Banten.  Beberapa faktor penyebabnya adalah konversi/alih fungsi lahan mangrove untuk jalan, industri, dan pertambangan, serta terjadinya abrasi, dan penebangan yang tidak terkendali ataupun pemanfaatan yang berlebihan.  Sejumlah program dan kegiatan telah dilaksanakan baik oleh Pemerintah maupun masyarakat dan dunia usaha berupa program rehabilitasi yang bertujuan untuk memulihkan hutan mangrove yang mengalami kerusakan dan membangun mangrove center.             

Mangrove di Desa Lontar, Kec. Tirtayasa Kab. Serang yang dikelola oleh warga (19/04/2019)

Hingga saat ini, Provinsi Banten merupakan satu-satunya provinsi di Pulau Jawa yang belum mempunyai mangrove center.  Untuk itu perlu dilaksanakan berbagai strategis percepatan agar segera terbentuk.  Rencana Pembangunan mangrove center di Provinsi Banten (Banten Mangrove Center) merupakan wujud komitmen bersama dan langkah pemersatu dalam melaksanakan upaya konservasi mangrove.  Mangrove center diharapkan dapat menjadi pusat pengembangan konservasi dan pusat informasi sekaligus destinasi wisata alam guna mendukung pengelolaan ekosistem mangrove secara lestari dan bermanfaat bagi masyarakat. 

Upaya pembentukan Banten Mangrove Center telah dilaksanakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan serta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten sekitar 10 tahun lalu dan terus berlanjut hingga sekarang.  Berbagai forum/diskusi dan kajian telah dilaksanakan, dan pada TA. 2018 telah dilaksanakan studi kelayakan pembentukan kawasan mangrove center di Provinsi Banten oleh DLHK Provinsi Banten.  Dari hasil studi tersebut diprioritaskan 2 (dua) lokasi pembangunan yaitu di Kelurahan Sawah Luhur kecamatan Kasemen Kota Serang dan di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang.

Diskusi dan kajian terus berlanjut termasuk Rapat Koordinasi Lingkungan Hidup yang difasilitasi oleh Bappeda Provinsi Banten pada bulan Maret 2019.  Rakor tersebut bertujuan untuk melakukan sinergitas kegiatan seluruh stakeholders dalam penanganan dan pengelolaan ekosistem mangrove dan rencana pembentukan Mangrove Daerah Provinsi Banten (Banten Mangrove Center). Dalam Rakor tersebut dipaparkan hasil studi kelayakan pembentukan kawasan mangrove center di Provinsi Banten oleh DLHK Provinsi Banten, serta sejumlah program/kegiatan terkait lainnya yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota Serang serta LSM/masyarakat.  

Perwakilan DLH Kota Serang menjelaskan dalam rangka menindaklanjuti studi kelayakan DLHK Provinsi Banten, Walikota Serang telah mengirimkan surat kepada Gubernur Banten pertanggal 1 Februari 2019 perihal persetujuan lokasi mangrove center di Kelurahan Sawah Luhur Kecamatan Kasemen.  Lokasi yang diusulkan memiliki luas 20 ha dimana 14 hektar sebagian sudah dilakukan penanaman sekitar 90.000 batang dan sisanya masih berupa tambak dan didiami warga sekitar.  

Selain itu dilakukan Pembahasan Konsep Nota Kesepahaman Bersama (MoU) antara Pemerintah Provinsi Banten dengan Pemerintah Kota Serang untuk pengelolaan Banten Mangrove Center yang beberapa pasal didalamnya mencakup ruang lingkup dan pembiayaan.  Namun hingga saat ini belum diketahui kapan MoU akan ditandantangani oleh kedua kepala daerah tersebut.  Perlu kerjasama dan peran aktif dari berbagai pihak baik di Pemerintah Provinsi Banten maupun Pemerintah Kota Serang dalam mewujudkan Banten Mangrove Center tersebut

Lokasi yang diusulkan oleh Pemkot Serang untuk BMC dengan jalan akses yang sudah dibeton (19/04/2019)

Penyelamatan ekosistem mangrove di Provinsi Banten selain dengan membangun mangrove center, perlu langkah-langkah konkrit lainnya seperti penetapan kebijakan dan kerangka regulasi dalam pengelolaan ekosistem mangrove yang disesuaikan dengan kondisi dan kearifan lokal, serta mendorong promosi manfaat mangrove yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat baik hasil hutan bukan kayu maupun jasa lingkungan.  Selain itu untuk menyelenggarakan pengelolaan ekosistem mangrove berkelanjutan yang merupakan bagian integral dari pengelolaan wilayah pesisir yang terpadu diperlukan koordinasi integrasi, sinkronisasi dan sinergi lintas sektor instansi dan lembaga yang dapat dilakukan melalui Kelompok Kerja Mangrove Daerah (KKMD) Provinsi Banten yang telah dibentuk, terakhir berdasarkan Keputusan Gubernur Banten Nomor: 522.75.05/Kep.81-Huk/2019 tanggal 1 Februari 2019.

KKMD Provinsi Banten diketuai oleh Kepala DLHK Provinsi Banten yang dibantu dengan Dewan Pakar dan Kehormatan yang terdiri atas sejumlah Kepala OPD Provinsi Banten termasuk Kepala Bappeda serta unsur Perguruan Tinggi dan TNI Angkatan Laut.  Selain itu terdapat Tim Teknis yang dibagi menjadi 4 bidang dan anggota yang terdiri dari perwakilan OPD Provinsi Banten dan kab/kota serta instansi vertikal dan LSM.  Kita semua berharap agar KKMD dapat menjalankan seluruh tugasnya dengan baik diantaranya mensinergikan kegiatan stakeholder dalam penanganan dan pengelolaan ekosistem mangrove melalui fasilitasi dan koordinasi perencanaan, rehabilitasi, konservasi dan pemanfaatan ekosistem mangrove.

Semoga Banten Mangrove Center dapat segera terwujud dan dapat dirasakan manfaatnya bukan hanya oleh masyarakat sekitar namun oleh seluruh masyarakat Banten.  


Share this Post